Pada bulan April, matahari musim
semi bersinar hangat di langit yang biru. Kicau burung bersahut-sahutan
menyambut gembira datangnya musim semi. Di musim semi yang ceria itu, masa-masa
SMA-ku dimulai. Namaku Natsuki Shirakawa.
Kamarku di rumah, sampai sekarang
tetap sama sarapan pagiku sampai sekarang tetap sama, tetapi ada sesuatu yang
baru. Sesuatu yang ikut mendoakan kehiduupan baruku yang dimulai hari ini.
"Aku pergi!" pamitku
lalu berlari dari hadapan Ayah yang sedang sarapan seorang diri.
Hari ini ada upacara penerimaan
siswa baru. Dengan mengenakan seragam baru, aku pergi bersama Ibu yang sejak
pagi sudah berdandan tebal.
Sambil menatap kelopak bunga
sakura yang menari-nari, dengan hati penuh dengan luapan kegembiraan, aku
membayangkan akan mendapat banyak teman, kenangan indah, dan pacaran. Tanpa
sadar aku mulai berlari karena merasa gembira sekali.
“Natsuki, tunggu!” pekik Ibu
sambil berlari mengejarku.
Tapi, aku tetap berlari dengan
riang diatas kelopak bunga sakura yang berguguran dijalan. Sesampainya di
sekolah, langkah kaki kuarahkan menuju ke lapangan olahraga bukan ke aula
tempat upacara penerimaan siswa baru diadakan.
Lapangan olahraga itulah
alasanku memilih sekolah ini karena saat mengunjungi sekolah ini liburan musim
panas kelas tiga SMP, aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Pemandangan kota tampak jelas
dari lapangan olahraga yang membentang luas ini. Wangi angin yang bertiup
lembut menghangatkan tubuh dan menenangkan jiwa.
Di sudut lapangan yang sepi ini
ada sebatang pohon besar. Tas baru yang tergenggam ditangan langsung kulempar
lalu mulai memanjat pohon itu dengan semangat. Sampai ketinggian dua meter, aku
berhenti dan duduk disebuah dahan yang besar. Saat itu, aku seolah menjadi
burung karena tubuhku seakan tersedot kea rah langit biru yang membentang luas
didepan.
“Asyik!” teriakku dengan riang
“Sedang apa kamu diatas sana?!”
tiba-tiba ada yang menegurku.
Pelan-pelan kuarahkan
pandanganku kebawah. Tampaklah seorang pria usia 30-an sedang menengadah dan
menatapku. Tatapan pria yang mungkin guru disini, menyadarkanku kalau tujuanku
datang kesini untuk mengikuti upacara sekolah bukan memanjat pohon.
“Anak baru, ya? Siapa namamu?”
Tanpa membuang waktu, aku
langsung turun.
“Natsuki Shirakawa.”
“Aku Hasegawa, guru olahraga
disini. Nanti setelah upacara selesai, datanglah ke ruang guru!”
“Apa?! Tapi…”
“sekarang ccepat ke aula karena
upacara akan dimulai!”
Pap Hasegawa segera berlari kea
rah aula, sedangkan aku tetap berdiri mematung sambil menatap nanar
kepergiannya.
Hatiku berkecamuk dan keringat
dingin mulai membasahi kulit karena rasa takut akan dikeluarkan atau dimasukkan
ke dalam daftar hitam sekolah. Peraturan sekolah ini memang terkenal sangat
ketat, tetapi mungkinkah siswanya akan dihukum hanya karna memanjat pohon?
Bayangan indah tadi pagi langsung buyar dalam sekejap.
“Natsuki!” panggil Ibu sambil
mengelap keringat diujung hidungnya dengan sapu tangan dan berlari ke arahku.
“Natsuki, cepat sini! Sedang apa
kamu ditempat ini?” Ibu memarahiku sambil memungut tas yang kulempar lalu
mengapit sebelah tanganku. Mulutku terkatup rapat supaya tidak terlontar
kejadian yang baru saja kualami.
“Natsuki!”
panggil Mieko sahabat karibku sejak SMP sambil berlari-lari dan melambaikan
tangan ketika aku hendak meninggalkan aula setela upacara selesai.
“Natsuki, kita
sekelas lagi!”
“O ya?”
balasku dengan malas.
Di
tengah-tengah siswa yang bermuka ceria, hanya aku seorang yang muram. Padahal
seharusnya hari ini kusambut dengan penuh kegembiraan.
“Natsuki? Ada
apa? Mukamu kok seakan-akan bilang kalau dunia sudah berakhir?”
“Aku...”
Mulutku
kembali kukunci. Sampai sebelum aku memanjat pohon, kegembiraan kami masih
sama.
“Eh, nanti
kita ke karaoke, yuk!” ajak Mieko yang selalu mendambakan datangnya hari ini.
“Aku harus ke
ruang guru.”
Mieko melongo.
Tanpa memperdulikan Mieko yang terheran-heran, aku segera berlari berkeliling
mencari ruang guru di sekolah yang belum kukenal dengan baik ini.
Jantungku
berdegup kencang melihat guru dan murid yang keluar masuk ruang. Meskipun tadi
sudah tegar, begitu sampai di depan pintu ruang guru, mendadak kakiku terasa
kaku. Aku menarik napas dalam-dalam.
“Haah...”
helaku pelan lalu memegang handel pintu.
Tiba-tiba
pintu terbuka dan di hadapanku muncul pria tadi.
“Pak
Hasegawa?”
“Aku sudah
menunggumu. Lho, kenapa wajahmu muram?” taanyanya sambil tersenyum.
“Pak, langsung
bilang saja! Saya sudah siap,” jawabku dengan kesal.
Sambil menahan
napas, aku menunggu jawabnya.
“Soal apa ya?”
“Soal tadi
pagi.”
Pak Hasegawa
tampak masih kebingungan.
“Sebenarnya
apa hukuman untuk anak yang memanjat pohon? Saya sudah membaca buku peraturan
sekolah dan disana tidak tertulis masalah ini, makanya saya jadi cemas.”
Mata Pak
Hasegawa terbelalak menatapku yang tampak mau menangis.
“Bapak Cuma
mau mengajakmu ikut klub atletik. Tadi waktu datang ke sekolah, Bapak melihatmu
berlari-lari karena itu tiba-tiba terpikir mau mengajakmu masuk klub atletik.”
“Berarti?”
“Tapi waktu
melihatmu memanjat pohon, tiba-tiba Bapak lupa.”
“O ya?!”
pekikku kaget laju maju selangkah ke depan.
Cahaya terang seakan-akan
bersinar di hadapanku.
“Seketat-ketatnya
peraturan sekolah, tidak ada yang melarang siswa manjat pohon, kan?”
“Hore!!”
teriakku lega lalu dengan riang berlari keluar.
“Oi, Natsuki!
Tolong pertimbangkan ajakan Bapak tadi!”
Telingaku
tidak menangkap ucapan Pak Hasegawa. Impianku yang sempat buyar tadi kembali
mengembang dan bermandikan warna pelangi yang bersinar cerah.
Sesampainya di
gedung sekolah, aku berhenti berlari lalu berbalik dan menatap gedung sekolah.
Hembusan angin mempermainkankan rambutku.
“Senang
berkenalan denganmu, sekolah!” sapaku tanpa sadar.
Hari-hariku
selama tiga tahun kedepan akan kulewati disini.
Keesokan
harinya, Mieko bertanya kepadaku.
“Natsuki mau
ikut klub apa?”
Sambil makan
bekal, aku dan Mieko membahas klub ekstrakurikuler. Hari ini dan besok kegiatan
kami diisi dengan sistem kurikulum, klub, pemilihan ketua kelas, dan lain-lain.
Tapi Cuma masalah pemilihin klub yang menjadi bahan pembicaraan siswa baru.
“Aku belum
memutuskan.”
Selama SMP aku
dan Mieko selalu menjadi manajer klub baseball, karna itu kami memikirkan lagi
untuk menjadi manajer. Tidak membuat kami berkembang, tetapi hanya itu yang
kubisa.
“Mieko sudah
punya pilihan?”
“Aku mau jadi
manajer lagi.”
“Manajer
baseball?”
“Iya, tapi
klub baseball sekolah ini payah. Kayaknya nggak seru ya? Natsuki mau ikut klub
apa?”
“Belum tau.
Mungkin klub atletik.”
:Eh, klub
atletik?”
“Memangnya
kenapa?”
“Nggak. Nggak
apa-apa.”
Tiba-tiba aku
teringat kalau kemarin diundang masuk klub itu. Tapi, kenapa akku?
Jangan-jangan aku mau dijadikan manajer. Masa aku tampak seperti pekerja keras?
“Nanti setelah
pulang sekolah, kita sama=sama lihat klub itu yuk!”
“Yuk!”
Sejujurnya aku
tidak mau ikut klub itu, tapi selain itu tidak ada klub lain yang menarik
perhatianku. Jadi, tidak ada salahnya kami melihat latihan mereka.
Sepulang
sekolah siswa kelas satu berbondong-bondong pergi kelapangan olahraga untuk
melihat kegiatan klub secara nyata.
“Natsuki!”
seseorang memanggil namaku.
Aku langsung
mencari-cari asal suara itu lalu pandanganku terhenti pada Pak Hasegawa yang
sedang berlari-lari kearahku.
“Aku tau kau
pasti datang!”
“Selamat
siang, Pak. Kemarin, terima kasih.”
“Ayo kesini”
“Eh?”
“Sudah tenang
saja. Kamu sangat disambut sini.”
“Sangat
disambut? Itu bukan masalah, tapi.....”
Pak Hasegawa
menuntun kami ke tempat klub atletik.
“Lho, bukannya
Natsuki sudah memutuskan untuk masuk kub atletik?” goda Mieko yang membuntutiku
di belakang sambil tersenyum lebar.
“Aku belum
mutusin apa-apa”
“Jangan bilang
begtu. Nanti kita sama-sama berjuang.”
Aku memelototi
Mieko karna tidak mengerti maksud ucapannya itu.
“Pak guru!”
panggil Mieko sambil berlari mendekati Pak Hasegawa.
“Aku, Mieko
Taniguchi tertarik jadi manajer klub atletik ini”
“Mieko! Jangan
semudah itu bikin keputusan!”
“Aku Hasegawa,
pelatih klub atletik ini. Permintaanmu kukabulkan”
“Terima kasih”
Mieko dan Pak
Hasegawa saling bertatapan.
“Chisa!”
Seorang gadis
kyang tampak dewasa, berlari kecil ke arah kami begitu dipanggil Pak Hasegawa
sambil menggenggam notes dan stopwatch.
“Ini adalah
Chisa, murid kelas dua, manajer klub kami.”
“Chisa Ezaki.
Senang berkenalan dengan kalian.” Sapanya sambil tersenyum kepada kami.
Usianya
mungkin hanya setahun lebih tua dari kami, tapi pembawaannya tenang.
“Mereka
anggota baru, Natsuki dan Mieko.”
Aku terkejut
mendengar ucapan Pak Hasegawa.
“Pak, aku
belum...”
“Sudah, jangan
sungkan-sungkan. Bukannya tadi Mieko bilang mau sama-sama berjuang? Ya kan,
Mieko?”
“Iya. Natsuki
sudah mau kan?” Mieko mendukung Pak Hasegawa.
“Tapi....”
“Kalau sudah
melangkah, sia-sia kalau ditarik lagi.” Ujar Pak Hasegawa memotong ucapanku.
“Hah?” aku
tidak mengerti ucapannya.
“Tolong
ajarkan Natsuki jarak pendek dan Mieko pekerjaan manajer.” Pinta Pak Hasegawa
kepada Kak Chisa.
Jarak pendek?
Kalimat itu terus berputar-putar dibenakku. Aku bukan manajer? Karena kaget
sekali, aku tidak mampu berkata sepatah kata pun. Aku hanya meminta Mieko untuk
meminta bantuan, tapi....
“Pak Hasegawa
umurnya berapa? Sudah menikah? Atau masih bujangan?”
Mieko dengan
antusias terus menanyakan tetang Pak Hasegawa dan masalah diluar klub.
“Chisa, mereka
berdua belum apa saja yang ada di klub ini. Jadi, tolong ajari mereka ya.
Supaya besok Natsuki bisa ikut latihan, tolong ajarkan soal waktu dan spike.”
Pak Hasegawa segera mengganti topik pembicaraan.
“Baik. Saya
mengerti/”
“Selanjutnya
masalah ini kuserahkan padamu!”
Tanpa
memperdulikan aku yang masih terkejut, Pak Hasegawa kembali ke arena latihan.
“Latihan
dimulai jam empat setelah pulang sekolah dan berakhir antara jam enam sampai
jam tujuh. Porsi latihan selalu beda, tergantung harinya.”
Kak Chisa
menjelaskan kegiatan klub dengan sabar. Mulai dari jam latihan, tipe-tipe
latihan smapai masalah turnamen.
Penjelasan Kak
Chisa itu menarik perhatianku, tetapi aku tidak yakin bisa melakukan semua itu
karena sampai sekarang aku Cuma berolahraga saat jam pelajaran olahraga.
Selain itu, di
sekolah ini ada klub olahraga dan kesenian sebanyak 30 klub! Hidupku disekolah
ini sampai tiga tahun! Jadi aku ingin memutuskan ikut klub mana setelah satu
per satu melihat semua klub.
“Ehm” aku
segera mengangkat kepala untuk mengatakannya. Tetapi....
“Lho, Kak
Chisa mana?”
“Tadi
dipanggil anggota klub. Itu disana.” Jawab Mieko menunjuk keseberang. Rupanya
waktunya tidak tepat.
“Mieko,
yakin?”
“Yakin apa?”
“Kok apa? Kamu
yakin mau masuk klub atletik?”
“Soalnya Pak
Hasegawa adalah tipeku!”
Aku
mendengus.. Sudah kuduga..
“Kelak kalau
kamu menyesal, aku nggak tanggung jawab!” hardikku.
Tiba-tiba
mataku bertatapan dengan seorang cowok yang berdiri mematung tanpa melakukan
latihan di sudut lapangan.
Deg! Mendadak
aku berdebar-debar. Cowok itu bertubuh tinggi, tegap tidak bungkuk, dan sorot
matanya seakan-akan menyedotku dengan kuat.
Deg, deg!
Jantungku berdebar kencang dan atapan mataku tidak bisa berpaling darinya.
Duaarr!!
Pistol tanda perlombaan dimulai meletus.
“Natsuki,
kenapa?” suara Mieko menyadarkanku.
“Kak Chisa,
siapa cowok itu?” tanyaku ketika Kak Chisa kembali.
“Oh, itu Shu.
Dia juga murid kelas dua, atlet lompat galah.”
“Termasuk klub
atletik?”
“Iya.
Ngomong-ngomong ada apa ya?”
“Eh, nggak
apa-apa.”
Kak Chisa
menatapku dengan curiga. “Shu punya kekuatan yang bagus, bahkan tahun lalu dia
berhasil membuat rekor, tapi...”
“Tapi?”
tanyaku antusias.
“Belakangan
ini dia nggak rutin latihan. Mungkin punya banyak masalah. Kira-kira tahun ini
apa jadinya dia, ya?”
Penjelasan Kak
Chisa membuat aku penasaran sehingga akhirnya aku membuat keputusan. “Aku ikut
klub ini!”
“Lho?! Kenapa
kamu tiba-tiba begini?” tanya Mieko dengan mata terbelalak lebar lalu menatapku
lekat-lekat dengan riang,
“Jangan-jangan
Natsuki juga....?”
“Iya!”
Kami saling
bertatapan dan tersenyum penuh arti.
“Padahal tadi
barusan bilang kalau kelak akan menyesal, aku nggak bertanggung jawab.”
“Oh ya? Tapi
kalau nggak dioba, nggak akan pernah tau kan?”
“Sudahlah, aku
lagi senang.”
“Hahahaha...
Jangan bilang begitu. Sekarang ayo kita berjuang sama-sama.”
Aku sendiri
tidak mengerti perasaan yang sedang ku alami sekarang ini. Hanya satu hal yang
pasti, Kak Shu yang menyebabkan aku memutuskan masuk klub atletik ini.
To be
continue.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar